Postingan ini saya buat untuk jaga-jaga bila suatu hari harga BBM (Bahan Bakar Minyak) naik lagi. Jika harga BBM naik, jelas sekali banyak masyarakat yang mengeluh. Terutama masyarakat kecil yang berprofesi sebagai sopir bemo, sopir taksi, bus kota atau yang lainnya, yang profesinya bersinggungan dengan BBM. Tulisan ini saya buat berdasarkan ingatan saya akan sebuah perjalanan naik bemo ketika harga BBM sedang naik-naiknya.
Ketika itu, saya masih SMA. Saat saya naik bemo menuju sekolah saya di Surabaya dari rumah saya di Kota Gresik, saya terlibat percakapan dengan seorang sopir bemo jurusan Surabaya-Gresik yang saya tumpangi. Hati saya trenyuh ketika mendengar si sopir tersebut bercerita bahwa sejak BBM naik, uangnya sering habis hanya untuk membeli BBM bemonya. Hal ini tidak saya alami satu kali, tapi beberapa kali. Itu hanya sepersekian cerita tentang penderitaan masyarakat akibat naiknya BBM. Tentu saja, bukan hanya para sopir bemo yang mengalami kesusahan tersebut. Para anak sekolah seperti saya, beserta para orangtua, yang belum tentu kaya, mengeluh putus asa ketika BBM diputuskan naik dan mempengaruhi begitu banyak sektor kehidupan. Selain itu, banyak berita di koran yang mewartakan pertengkaran akibat naiknya BBM.
BBM.. BBM.. Rasanya, bila dipikir-pikir, kok ironis ya? Bukankah Negara Indonesia terkenal akan kekayaan alamnya, termasuk minyak? Kok bisa ya negara yang sebenarnya memiliki kekayaan minyak alami mengalami kelangkaan BBM dan berbagai kekacauan akibat naiknya BBM? Sementara itu, banyak sekali sumber minyak kita yang malah disewakan kepada pihak asing. Lho ?? Apa-apaan ini ? Anehnya, pemerintah Indonesia tetap bergeming. Mereka beralasan bahwa kenaikan BBM juga demi rakyat. Ada subsidi silang (saat itu) yang akan menyejahterakan masyarakat miskin sebesar 100.000 per bulan. Tapi, praktiknya, masih banyak masyarakat mengomel, bertengkar karena tidak kebagian subsidi BBM. Apabila dilogika, 100.000 ribu per bulan bagi seorang sopir bemo tentu tidak cukup untuk mengisi bemonya dengan bensin sebesar 5 liter untuk 10 hari lebih. Dan yang lebih ironis, para bapak dan ibu DPR kita malah asyik ribut minta jatah mobil dinas dengan harga 100 juta lebih. Lho?? (terbelalak kaget ketika membaca berita tentang pertengkaran rakyat akibat BBM dan keributan para wakil rakyat meminta jatah mobil dalam satu koran, hanya beda halaman beberapa saat lalu ketika BBM naik lagi hot-hotnya). Para wakil rakyat seolah tak peduli harga BBM naik. Padahal di luar gedung DPR sana, masyarakat malah berusaha mengirit dan menyimpan kendaraan motornya demi hemat BBM. Dengan cara itupun, mereka masih tercekik oleh melonjaknya tarif kendaraan umum. Hmm..mungkin bapak dan ibu DPR kita masih banyak uang untuk beli BBM kali ya? Mungkin mereka melihat berita kenaikan BBM sekilas dan berkata,” BBM naik ? So what ?? Gue kan lagi banyak duit…”
Melihat ilustrasi di atas, timbul sebuah ide yang tiba-tiba muncul dalam benak saya. Bagaimana jika suatu hari pemerintah merasa perlu menaikkan harga BBM, kenaikan harga BBM tersebut hanya diperuntukkan bagi mobil berharga 50 juta ke atas ? Atau kalau perlu, untuk seluruh mobil pribadi tanpa melibatkan kendaraan umum. Jadi, kendaraan umum membeli harga BBM dengan harga normal. Dan, bagaimana kalau kenaikan tersebut sebesar 250 % atau lebih dari harga normal sebelum kenaikan BBM? Yang jelas, persentase kenaikan tersebut didasarkan pada jumlah yang cukup untuk menyetarakan naiknya harga BBM internasional atau hingga jumlah yang cukup untuk menyubsidi silang masyarakat tidak mampu dengan sejumlah uang yang sangat layak untuk penghidupan. Bukankah pemerintah juga berdalih kenaikan harga BBM diakibatkan naiknya harga BBM internasional yang menuntut pemerintah mau tidak mau harus menyamakan harga nasional?? Bukankan pula dulu pemerintah juga pernah berdalih kenaikan BBM untuk menyubsidi silang masyarakat tidak mampu? Lagipula, bukankah banyaknya kendaraan pribadi di jalan raya kota merupakan penyebab naiknya tingkat kemacetan dan polusi udara ? Padahal, kalau kita amati jalan besar di tengah kota, mobil-mobil mewah berkeliaran di mana-mana dan mengakibatkan kemacetan di sana-sini.
Hmm.. Bukankah ide saya tersebut yang lebih mewakili apa yang disebut subsidi silang rakyat kaya terhadap masyarakat miskin? Dan mungkin, ide saya tersebut menyebabkan bapak ibu DPR dan masyarakat menengah ke atas lainnya berpikir dua kali untuk mengedarai mobil pribadi nan mewah mereka, sehingga jalan kota bebas macet, polusi menurun, dan rezeki para sopir kendaraan umum akan bertambah. Kalau mereka masih nekat karena banyaknya uang yang mereka miliki, ide saya juga masih sangat berguna. Pemerintah masih dapat memenuhi harga BBM internasional, malah berlebih. Dan kelebihan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membiayai masyarakat menengah ke bawah, bukan ? Asal tidak dikorupsi saja.. Jadi, saya hanya menghimbau kepada para pemerintah, semoga ide saya ini bisa dipertimbangkan baik-baik jika suatu saat pemerintah merasa perlu menaikkan harga BBM lagi. Kalau bapak atau ibu pemerintah mau bukti atas latar belakang ide saya, silakan sering-sering naik bemo dan duduk di samping sopir…
Ketika itu, saya masih SMA. Saat saya naik bemo menuju sekolah saya di Surabaya dari rumah saya di Kota Gresik, saya terlibat percakapan dengan seorang sopir bemo jurusan Surabaya-Gresik yang saya tumpangi. Hati saya trenyuh ketika mendengar si sopir tersebut bercerita bahwa sejak BBM naik, uangnya sering habis hanya untuk membeli BBM bemonya. Hal ini tidak saya alami satu kali, tapi beberapa kali. Itu hanya sepersekian cerita tentang penderitaan masyarakat akibat naiknya BBM. Tentu saja, bukan hanya para sopir bemo yang mengalami kesusahan tersebut. Para anak sekolah seperti saya, beserta para orangtua, yang belum tentu kaya, mengeluh putus asa ketika BBM diputuskan naik dan mempengaruhi begitu banyak sektor kehidupan. Selain itu, banyak berita di koran yang mewartakan pertengkaran akibat naiknya BBM.
BBM.. BBM.. Rasanya, bila dipikir-pikir, kok ironis ya? Bukankah Negara Indonesia terkenal akan kekayaan alamnya, termasuk minyak? Kok bisa ya negara yang sebenarnya memiliki kekayaan minyak alami mengalami kelangkaan BBM dan berbagai kekacauan akibat naiknya BBM? Sementara itu, banyak sekali sumber minyak kita yang malah disewakan kepada pihak asing. Lho ?? Apa-apaan ini ? Anehnya, pemerintah Indonesia tetap bergeming. Mereka beralasan bahwa kenaikan BBM juga demi rakyat. Ada subsidi silang (saat itu) yang akan menyejahterakan masyarakat miskin sebesar 100.000 per bulan. Tapi, praktiknya, masih banyak masyarakat mengomel, bertengkar karena tidak kebagian subsidi BBM. Apabila dilogika, 100.000 ribu per bulan bagi seorang sopir bemo tentu tidak cukup untuk mengisi bemonya dengan bensin sebesar 5 liter untuk 10 hari lebih. Dan yang lebih ironis, para bapak dan ibu DPR kita malah asyik ribut minta jatah mobil dinas dengan harga 100 juta lebih. Lho?? (terbelalak kaget ketika membaca berita tentang pertengkaran rakyat akibat BBM dan keributan para wakil rakyat meminta jatah mobil dalam satu koran, hanya beda halaman beberapa saat lalu ketika BBM naik lagi hot-hotnya). Para wakil rakyat seolah tak peduli harga BBM naik. Padahal di luar gedung DPR sana, masyarakat malah berusaha mengirit dan menyimpan kendaraan motornya demi hemat BBM. Dengan cara itupun, mereka masih tercekik oleh melonjaknya tarif kendaraan umum. Hmm..mungkin bapak dan ibu DPR kita masih banyak uang untuk beli BBM kali ya? Mungkin mereka melihat berita kenaikan BBM sekilas dan berkata,” BBM naik ? So what ?? Gue kan lagi banyak duit…”
Melihat ilustrasi di atas, timbul sebuah ide yang tiba-tiba muncul dalam benak saya. Bagaimana jika suatu hari pemerintah merasa perlu menaikkan harga BBM, kenaikan harga BBM tersebut hanya diperuntukkan bagi mobil berharga 50 juta ke atas ? Atau kalau perlu, untuk seluruh mobil pribadi tanpa melibatkan kendaraan umum. Jadi, kendaraan umum membeli harga BBM dengan harga normal. Dan, bagaimana kalau kenaikan tersebut sebesar 250 % atau lebih dari harga normal sebelum kenaikan BBM? Yang jelas, persentase kenaikan tersebut didasarkan pada jumlah yang cukup untuk menyetarakan naiknya harga BBM internasional atau hingga jumlah yang cukup untuk menyubsidi silang masyarakat tidak mampu dengan sejumlah uang yang sangat layak untuk penghidupan. Bukankah pemerintah juga berdalih kenaikan harga BBM diakibatkan naiknya harga BBM internasional yang menuntut pemerintah mau tidak mau harus menyamakan harga nasional?? Bukankan pula dulu pemerintah juga pernah berdalih kenaikan BBM untuk menyubsidi silang masyarakat tidak mampu? Lagipula, bukankah banyaknya kendaraan pribadi di jalan raya kota merupakan penyebab naiknya tingkat kemacetan dan polusi udara ? Padahal, kalau kita amati jalan besar di tengah kota, mobil-mobil mewah berkeliaran di mana-mana dan mengakibatkan kemacetan di sana-sini.
Hmm.. Bukankah ide saya tersebut yang lebih mewakili apa yang disebut subsidi silang rakyat kaya terhadap masyarakat miskin? Dan mungkin, ide saya tersebut menyebabkan bapak ibu DPR dan masyarakat menengah ke atas lainnya berpikir dua kali untuk mengedarai mobil pribadi nan mewah mereka, sehingga jalan kota bebas macet, polusi menurun, dan rezeki para sopir kendaraan umum akan bertambah. Kalau mereka masih nekat karena banyaknya uang yang mereka miliki, ide saya juga masih sangat berguna. Pemerintah masih dapat memenuhi harga BBM internasional, malah berlebih. Dan kelebihan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membiayai masyarakat menengah ke bawah, bukan ? Asal tidak dikorupsi saja.. Jadi, saya hanya menghimbau kepada para pemerintah, semoga ide saya ini bisa dipertimbangkan baik-baik jika suatu saat pemerintah merasa perlu menaikkan harga BBM lagi. Kalau bapak atau ibu pemerintah mau bukti atas latar belakang ide saya, silakan sering-sering naik bemo dan duduk di samping sopir…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar