Dalam beberapa waktu terakhir ini, wajah kota Surabaya tampaknya mengalami perubahan. Betapa tidak, Surabaya yang dahulu dikenal sebagai kota pahlawan, kini berubah menjadi kota yang dipenuhi gedung-gedung tinggi, termasuk mal-mal atau pusat perbelanjaan baru yang kini marak dibangun di mana-mana. Dalam beberapa bulan terakhir ini saja, kira-kira ada lebih dari 4 proyek pembangunan pusat perbelanjaan yang tersebar di kawasan Surabaya pusat, barat serta timur.

Surabaya, yang juga merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur, merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan julukan kota metropolitan, wajar bila kota Surabaya menjadi pusat perdagangan modern di kawasan Jawa Timur, bahkan juga merupakan salah satu pusat perdagangan Indonesia. Menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan, seperti disebutkan penulis pada awal tulisan, sebenarnya merupakan konsekuensi dari gabungan beberapa peran Kota Surabaya, yakni sebagai salah satu pusat perdagangan, kota metropolitan, Ibukota Provinsi serta kota terbesar kedua di Indonesia. Namun, sebagaimana dampak modernisasi lainnya, tentu saja hal ini juga membawa dampak negatif bagi kualitas lingkungan Surabaya. Contohnya, sebagaimana diketahui, pembangunan pusat perbelanjaan yang menjamur tentu saja juga memangkas keberadaan wilayah yang semestinya menjadi jalur hijau kota.
Terpangkasnya jalur hijau suatu kota akibat kemajuan zaman dapat mengakibatkan permasalahan kompleks. Selain masalah polusi udara, terpangkasnya jalur hijau suatu kota juga dapat mengakibatkan banjir. Dalam tulisan ini, penulis ingin lebih memusatkan perhatian pada permasalahn polusi udara, yang mungkin nanti juga sedikit menyinggung permasalahan banjir akibat hal ini. Pentingnya jalur hijau suatu kota ini, tak luput dari pengertian jalur hijau itu sendiri. Jalur hijau merupakan wilayah atau daerah yang semestinya ditanami pepohonan.
Pepohonan memiliki peran sangat penting dalam penanganan masalah lingkungan hidup manusia, termasuk pencemaran udara. Pepohonan dapat mengurangi konsentrasi CO2 di udara dengan cara mengikat CO2 tersebut sebagai bahan kebutuhan proses fotosintesis. Selain itu, beberapa jenis tumbuhan diketahui dapat mengurangi kadar CO di udara, seperti sansiviera sp. atau tumbuhan lidah mertua yang juga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Dengan tingginya arus kendaraan bermotor serta aktivitas industri di Surabaya, tentu konsentrasi CO2 dan CO yang dilepas ke udara juga sangat besar. CO dan CO2 sendiri merupakan gas yang berbahaya bagi lingkungan, CO2, diketahui dapat merusak lapisan Ozon yang pada nantinya dapat menyebabkan pemanasan global. Sedangkan CO lebih berbahaya lagi, karena dapat secara langsung merusak organ tubuh manusia bila dihirup terus menerus dan terakumulasi dalam tubuh dalam jumlah cukup besar. Dari penjelasan ini, kita dapat mengetahui bahwa keberadaan pepohonan sangat dibutuhkan untuk meminimalisir berbagai bahaya polusi yang dapat mengancam kehidupan penduduk Surabaya.
Seperti dijelaskan sebelumnya, jalur hijau di Surabaya banyak yang terpangkas oleh kehadiran pembangunan pusat-pusat perbelanjaan baru di Surabaya. Lalu, bagaimana kita menyiasati hal ini? Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah Kota Surabaya mencanangkan program satu jiwa satu pohon. Maksudnya, untuk dapat mengurus akta kelahiran dengan lancar, orang tua setiap satu bayi yang baru lahir wajib menyerahkan satu tanaman untuk ditanam pemerintah kota. Lalu, mengapa pemerintah kota kita tidak mencoba mengaplikasikan program ini terhadap pembangunan pusat perbelanjaan? Jika dalam program satu jiwa satu pohon jumlah tanaman yang wajib diserahkan sesuai dengan jumlah bayi yang dilahirkan, dalam aplikasi program ini untuk pembangunan mal, jumlah tanaman tidak dihitung per batang, melainkan per luas tanah yang digunakan untuk membangun mal atau gedung pencakar langit baru yang akan dibangun. Dalam hal ini, penulis mengasumsikan jarak per tanaman pada setiap lahan adalah satu meter penanaman tanaman yang dalam tulisan ini diasumsikan penulis, setiap setengah meter ditanami satu pohon. Dengan lahan bebas yang hampir sudah tidak ada lagi di kota Surabaya ini, bagaimana solusi terbaiknya?
Salah satu alternatif yang ingin dikemukakan penulis dalam karya tulis ini adalah dengan menjadikan bagian paling atas atau atap gedung bertingkat sebagai hutan buatan. Atap gedung yang dibangun harus dimaksimalkan untuk penanaman tanaman hijau seperti akasia, cemara maupun palem dan beberapa tanaman hias seperti sansiviera yang memiliki fungsi meminimalisir pencemaran udara. Tanaman-tanaman tersebut ditata sedemikian rupa sehingga tetap dapat mendukung keindahan arsitektur gedung. Hutan buatan di atap gedung tersebut, memiliki fungsi yang sama dengan jalur hijau yang terpangkas akibat keberadaan gedung tersebut. Fungsi tersebut antara lain, mengurangi kadar CO2 di udara sehingga mendukung pencegahan pemanasan global, mengurangi kadar CO di udara, serta mengurangi prosentase kemungkinan terjadinya banjir karena sedikit banyak air hujan yang turun telah terserap terlebih dahulu sebelum jatuh ke jalan.
Untuk mendukung terwujudnya program ini, yang pertama kali harus bertindak, menurut penulis adalah pemerintah daerah. Seharusnya, melihat tingkat pencemaran udara yang semakin tinggi, pemerintah daerah segera menginstruksikan seluruh institusi pemilik gedung-gedung tinggi untuk segera merekonstruksi atap gedungnya menjadi hutan buatan tersebut. Selain itu, sebelum menginstruksikan hal tersebut, sebaiknya pemerintah menjalin komunikasi dengan para pemilik gedung dengan menjelaskan keuntungan rekonstruksi hutan buatan bagi masyarakat agar pemilik gedung tidak enggan mengeluarkan biaya untuk rekonstruksi tersebut.
Selanjutnya, bila pemilik proyek tidak mau mlaksanakan hal tersebut, pemerintah bisa memakai jalur perijinan, yaitu dengan mempersulit keluarnya IMB para pendiri bangunan tersebut. Jadi, bila mereka tidak mau mengadakan hutan di atas atap gedung mereka, boikot saja IMB-nya.
Alternatif lain, mengubah peraturan perundangan tentang IMB dengan menambahkan persyaratan pengadaan hutan di atas tiap gedung yang dibangun sebagai persyaratan perolehan IMB gedung tersebut. Menyelamatkan lingkungan memang butuh kecerdikan dalam memanfaatkan hukum untuk kepentingan positif serta kerjasama dan pengertian banyak pihak. Jadi, kerjasama antara masyarakat dan pemerintah serta investor untuk mengatasi masalah lingkungan memang sangat diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar